Rabu, 02 April 2008

Who Are We*


Oleh Endang Sahroni


Mungkin anda tidak perlu mengerutkan dahi untuk dapat mengartikan sepenggal kalimat di atas -yang saya cetak tebal- yang dijadikan sebagai judul pada tulisan ini. Karena tiga kata tersebut bukan kosa kata yang saya ambil dari kamus bahasa inggris oxpord. Bahkan, kata tersebut saya cantumkan, hanya berdasar pada setetes pengetahuan bahasa inggris yang saya kuasai. Tidak lebih. Juga tidak berlebihan.

Walau pun tulisan ini bukan saya hasilkan dari sebuah riset besar dan berkepanjangan. Akan tetapi, mungkin ada benarnya juga. Karena, entah sedang sadar atau tidak, kita memang benar-benar tidak mengetahui siapa diri kita, dari mana, untuk apa, mau kemana, serta harus bagaimana dalam hidup ini. Melangkah dalam hampa, atau berjalan dalam lorong yang gelap tanpa remang cahaya menyapa. Itulah realitanya.

Rentetan pertanyaan yang tercatat dalam paragraf di atas, yang sampai saat ini belum bisa terjawab -oleh penulis, adalah sebuah pertanyaan yang sudah sedari dulu berkeliaran di atas lingkaran tempurung kepala kita. Namun, kita sendiri sulit untuk mendeskripsikannya. Karena sesungguhnya, apa pun, siapa pun, dan di mana pun kita berada, maka jawaban tentang diri kita, adalah hanya akan terjawab dengan sesuatu yang telah kita lakukan, bukan dengan apa yang telah kita wacanakan.

Jadi pada dasarnya, kita akan mengetahui siapa diri kita, ketika kita sudah bertindak sesuatu. Apakah itu positif, atau sebaliknya. Jika kita selalu berbuat yang negatif, maka kita akan dinobatkan sebagai penjahat, bajingan, garong, koruptor (mungkin), dan lain sebagainya. Dan, begitu pula jika kita selalu beramal baik. Karean di dunia tidak ada yang tidak mungkin, maka itu semua dikembalikan pada pribadi kita masing-masing.


Perubahan

Perubahan, memang sudah bukan merupakan barang baru dalam kehidupan kita. Baik dari wacana, hingga ke realita. Kita sering bersentuhan dengan yang namanya perubahan. Apalagi hal tersebut disandangkan pada almamater kita sebagai mahasiswa, yakni mahasiswa sebagai Agent of change (agen perubah). Begitu pula pada tataran realita, bukti kongkritnya kita sering melakukan perubahan atau mengalaminya pada kehidupan kita sendiri. Mulai dari cara berpakaian ketika kita awal remaja, hingga kepada paradigma, semenjak kita dicatat sebagai bagian dari civitas akademika.

Mungkin sudah terlalu naif, jika sampai saat ini, kita masih menggaung-gaungkan kata tersebut. Namun. Maybe Yes, Maybe No. Bisa ya, bisa juga tidak. Karena permasalahanya adalah, kita sendiri tidak pernah tahu kapan kita mualai, dan sudah berubah. Atau menjadi seorang agen perubah. Bukan untuk orang lain, melainkan untuk kita sendiri. Bukan pada tataran teori, tapi pada dimensi aplikasi teori.

Saya pikir kita sudah banyak mengenyam teori perubahan, baik untuk diri kita maupun orang lain. Bukankah dalam al-Qur’an sendiri, sebagai pedoman bagi umat islam, telah disebutkan bahwa “Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum apabila kaum tersebut tidak mau merubahnya” kurang lebih seperti itu artian ayat suci tersebut. Akan tetapi ketika kita berkata perubahan, kita sering berapologi yang tamengnya pada lingkungan sekitar kita. Bukankah lingkungan kita adalah kehidupan orang lain, bukan diri kita?. Beratrti kita bisa merubah semua ekosistem hidup kita tanpa (Bukan oleh) orang lain. Dan apakah salah, jika kita menafsirkan bahwa kaum yang disebutkan dalam ayat suci bisa dikerucutkan sebagai ‘pribadi’? Semoga!.

....Bayi tidak selamanya minum ASI, dia akan makan bubur, nasi, dan makanan keras lainnya. Demikian pula manusia, setiap individu yang mandiri, ia tidak akan puas dengan tantangan pekerjaan yang biasa-biasa saja. Semakin hari semakin tumbuh, baik dari segi kompetensi maupun unjuk kerjanya. The Inspiring.


Kesempatan

(Parlindungan Marpaung: Half Full Half Empty)

Terkadang kita melihat bahwa semua peluang berada (berasal) dari luar. Padahal sesungguhnya kesempatan yang hakiki berada dalam individu -diri kita sendiri. Artinya, respon kita terhadap peristiwa yang terjadi yang akan menggiring pemaknaan kita, apakah itu kesempatan atau bukan.

Proses pemaknaan dan mengambil sesuatu itu sebagai suatu kesempatan atau peluang, tidak semata-mata ditentukan oleh jenjang pendidikan atau jabatan, melainkan melalui cara kita memandang (Parlindungan Marpaung, Half Full Half Empty). Oleh karena itu, dalam kenyataannya ada dua jenis manusia yang dapat memaknai fenomena yang ada sebagai suatu kesemapatan, yakni opportunist atau adventurer.

Sebagai contoh, bukankah banyak orang yang mengambil keuntungan di saat orang sedang sekarat dalam kecelakaan lalu lintas, kemudian mereka menjarah barang-milik korban tersebut. Atau seseorang bergabung dengan sebuah komunitas untuk mencari kesempatan bagaimana supaya ambisi, keinginan, serta popularitas dirinya terangkat, walau pun harus orang lain yang terkapar menjadi korban bejatnya. Inilah yang dikenal dengan kaum Opportunist. Golongan yang mengambil kesempatan untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya pada sebuah komunitas, padahal orang lain sampai terbujur kaku untuk menyelamatkan dari kehancurannya.

Sebaliknya, mereka yang mampu memanfaatkan kejadian yang ada sebagai sarana untuk membangun dirinya dan orang lain maupun komunitas, adalah mereka yang dikenal sebagai kaum adventurer. Mereka bahkan mampu meliahat apa yang tidak mungkin di mata orang lain menjadi mungkin. Mungkin kita pernah kenal dengan hukum gravitasi? Issac Newton sebagai penemunya, karena dari “Ribuan orang yang melihat apel jatuh hanya dia yang bertanya: mengapa?”(Pepatah dalam buku Kewirausahaan). Maka dia lah yang sekarang bertengger sebagai bapak penemu hukum gravitasi. Dan sekarang, tinggal bagaimana cara kita menghiasi karunia Tuhan yang amat besar ini -hidup di dunia sebagai manusia. Bukan Ayam. (Karena hidup adalah pilahn, maka pilihlah jawaban yang tepat dan benar, jika anda ingin jadi manusia yang berguna, maka anda akan mengatakan “Aku adalah manusia, bukan Ayam”). Wallahu’alam bisshowwab.


*Terinspirasi dari judul film layar lebar (Who Am I) yang dibintangi : Jackie Chan.
SiGMA 160208 : 23:45 wib.

Tidak ada komentar: