Sabtu, 27 Desember 2008

Hari Ibu

Buat my hero Emak, di Malingping. "Emak selamat hari ibu ya, tanggal 22 Desember 2008". Terimakasih atas kasih sayang yang telah emak curahkan untuk semua anak-anakmu. Enda masih ingat hari itu, saat Enda masih berada di atas gendongan Emak, menghirup wanginya keringat Emak yang mengalir deras. Enda juga masih ingat, bahwa lelehan itu turun akibat perjalanan jauh Emak dari rumah menuju sepetak sawah milik kakek. Sedangkan saat itu Bapak... Entahlah, Enda gak ingat ke mana bapak saat itu. Padahal, yang Enda ingat hampir setiap hari kegiatan erupa Emak lakukan.
Emak Enda sayang Emak. Sayaang Banget. Dan, Enda minta maaf jika sampai hari ini Enda belum bisa membahagiakan Emak. Emak semoga panjang umur ya. Emak love U so Much...

Sabtu, 26 April 2008

KDPRK

KPK VS DPR (10 - 0,00000...........01)
Saya menemukan, dalam sebuah koran nasional tentang perhelatan yang terjadi antara DPR dan KPK. Apa yang jadi bahan perhelatan sebenarnya, entahlah. yang jela saat itu aku membaca bahwa pada kedua institusi tersebut terjadi gonjang ganjing memepermasalahkan antara pemeriksaan yang dilakukan oleh KPK terhadap ruang kerja salah satu anggotanya yang ditangkapnya kurang lebih sepekan sebelumnya.
Nah... yang jadi soal, kenapa mereka musti ribut, artinya mungkin di sini saya tujukan pada ketua DPR yang melarang KPK untuk melakuakan pemeriksaan ruangan anggota tersebut, terlebih pada salah seorang kader dari fraksi salah satu partai yang mengatakan bahwa KPK harus dibubarkan, sungguh bagi saya sebagai orang awam bukan solusi tepat. masalahnya, KPK dibentuk untuk menguak kasus-kasus korupsi, di setiap institusi yang ada di negara ini, harusnya DPR sebagai parlemen yang mewakili dan dipilih oleh rakyat mendukung sepenuhnya terhadap kinerja KPK bukan sebaliknya, karena rakyat memilih DPR untuk menjadi penyalur aspirasi rakyat, dan sudah barang pasti, rakyat menginginkan setiap koruptor dilenyapkan kelakuannya dari bumi pertiwi ini.
untuk para anggota dewan yang terhormat, jika ingin dihormati jadilah manusia Gentle, jangan jadi pengecut, karena berkilah untuk tidak diperiksa, bagi saya sama dengan pengecut. kemudian untuk penggerak nyawa KPK, lanjutkan perjuangan anda, saya beserta rakyat biasa mendukung sepenuhnya. karena sampai kapan pun, yang benar pasti menang, walau tidak di sini mungkin di akherat. adapun jika mereka ngotot, paling banter 10 berbanding 0,00000.....01. jauh pisan.

Sabtu, 19 April 2008

GoTA

GombaL Tapi Nyata

Mungkin ini gombal, atau mengada-ada, atau juga terlalu dideramatisir. Terserah kamulah! Yang jelas, baru-baru ini aku menemukan satu hal yang aku sendiri sulit mempercayainya. Kenapa tidak, seingatku yang musti terjadi seperti saat ini, ya, cinta pertama, katanya, dan cinta pertama ku bukan Dia. Pasalnya, aku juga dulu pernah jatuh cinta, saat aku masih duduk di bangku SMP (ini pun yag kedua kalinya, setelah waktu di SD), perempuan tersbut cantik, sampai saat ini juga masih cantik, bahkan lebih cantik. Namun, saat itu aku hanya mengingatnya ketika ia berada di sampingku. Beda dengan yang sekarang, meski ia jarang bertemu dengan ku, tapi bayangannya masih saja setia menemani kemana aku pergi. Samapai pada suatu hari, saat aku hendak makan siang aku terpikir Dia, dan perut yang keroncongan saat itu berubah menjadi rasa rindu dan mengingatnya jika ia pasti belum makan. Dan yang sulit dipercaya, siang itu aku tidak makan, tapi menuliskan pesan untuknya demi mengetahui bahwa ia telah makan. Tapi sial! operatornya lagi gangguan. Konyolnya, aku tidak makan hingga sore hari. Gak mpercaya, kan!

Belum lagi jika malam tiba, sampai-sampai aku, bingung menuliskannya. Jika pun aku tulis, mungkin kamu takkan percaya dengan apa yang kutuliskan.

SemogaTulisan ini dibaca seseorang yang telah lama menghiasi setiap detik nafasku, semoga dengan ini aku bisa membuat dirinya bahagia. Karena sampai saat ini aku bingung mengartikan setiap hasrat yang menyelimutiku.

Aku cinta ia, namun sisi hatiku sendiri tak pernah merelakan jika ia meraih kebahagiaannya lewat lelaki lain. Aku hanya ingin ia bersamaku, padahal kebahagiaannya dengan lelaki itu, bukan aku.

Dan mungkin aku harus berkaca pada cermin yang besar sehingga aku dapat melihat betapa tak pantasnya aku untuk memilikinya. Semoga…!

Prahara

Aku BaNGgA Aku CintA

Rasa bangga adalah implementasi dari rasa cinta, apa jadinya sebuah cinta jika tidak disertai dengan rasa bangga.(Majalah Jasa Raharja)

Jika kita jujur pada diri sendiri tentu akan mengamini statemen yang saya tuliskan di atas. Betapa tidak, karena dengan sendirirnya rasa bangga tersebut datang ketika cinta telah memenuhi tempurung otak dan hati kita. Kita berkata mencintai seseorang, maka kita juga akan melihat seseorang tersebut dengan penuh kebanggaan, jalannya, perkataannya, tingkah lakunya dan lain-lain, All About She or He. Contoh lain, jika kita mendengarkan seorang istri membicarakan suaminya, tentu akan hal-hal yang mengagungkannya. Tak pernah berbicara yang melecehkan, jikapun ada tentu yang disalahakan bukan makna cinta yang mereka rasa, akan tetapi kadar kecintaannya yang dipertanyakan. Ya, gak?

Contoh di atas adalah sebuah kajian kecil tentang kasih cinta dari seseorang untuk someone sepesialnya. Dan untuk rasa cinta yang lain, yaitu apabila kita akan memasuki Istana Presiden yang ada di Jakarta, pada pintu gerbangnya kita akan melihat sebuah manusia patung, berdiri mematung seolah tak bernyawa, bagaikan robot yang sudah diprogram untuk tetap berdiri, tek mengenal pegal, panas, angin atau hujan. Mereka mematung demi profesinya itu. Jika ditelaah secara jeli, kenapa mereka sampai merelakan dirinya untuk terus berdiri seolah tak bernafas itu, tidak lain adalah rasa cinta dan bangga yang mereka miliki terhadap pekerjaannya. Bagi mereka menjadi seorang manusia patung adalah anugerah yang tak mungkin bisa didapat oleh sembarang orang.

Semoga, setelah membaca tulisan ini kita akan menamkan rasa cinta kita yang disertai dengan rasa bangga. Karena apa jadinya cinta jika tidak disertai dengan rasa bangga?”


SiGMA, 080408_00.00 Malem Mingguan.


Sayembara


Ironisme Teritorial
Oleh Endang Sahroni

Banten sebagai salah satu propinsi terdekat dari ibu kota Indonesia, Jakarta, juga sebagai penghubung antara pulau Jawa dan Sumatera yang menamakan dirinya “Banten Gerbang Investasi Indonesia.” Akan tetapi, kedekatannya dengan ibu kota Indonesia ini tidak memengaruhi keadaan masyarakatnya untuk hidup sejahtera. Yang paling menyedihkan, di ibu kota propinsi sendiri, Serang, masih terdapat masyarakat yang harus makan nasi aking. Makanan yang lebih layak jika dimakan itik. Selain itu, masih di daerah Serang, tepatnya di kampung Kilasah, Kecamatan Sawah Luhur, masyarakat masih kesulitan mendapatkan air bersih.

Terlebih di kabupaten Lebak, karena adalah kabupaten termiskin di Banten. Jika kita pernah melancong ke peloksok kabupaten ini, tentu akan melihat segolongan masyarakat yang termarjinalkan oleh para elit pemerintahan yang jauh hidup dalam gelimang komunitas mapan. Contoh kecil di kecamatan Malingping, kecamatan ini terletak lebih kurang 150 Km. dari pusat pemerintahan kabupaten, yaitu Rangkasbitung. Jika mereka ingin berkunjung ke ibu kota kabuaten harus memakan waktu hingga empat jam lamanya. Karena selain jarak yang jauh, juga karena akses transportasi yang kurang memadai, seperti jalan-jalan yang rusak, alat transportasi umum yang terbatas. Sehingga masyarakat setempat merasa tidak diperhatikan oleh pemerintah. Dan mereka ingin memisahkan diri dari kabupaten Lebak, menjadi kabupaten Cilangkahan.

Yang lebih menyedihkan, sampai saat ini ada beberapa desa di kecamatan Wanaisalam (yang baru empat tahun dipekar dari kecamatan Malingping), Lebak yang belum teraliri listrik, hal tersebut menghambat laju informasi dari pusat atau daerahnya sendiri yang menyebabakan sikap tertututp bagi masyarakat setempat. Juga mengakibatkan banyak di antara masyarakat yang masih berparadigma “Jeung naon sakola, parasiden geus aya,”1 apabila ada sebagian masyarakat yang menganjurkan anaknya untuk sekolah lebih dari lulus SD. Dan, jika dihitung dari lebih kurang seribu jiwa penduduk di desa tersebut, hanya 3% yang dapat melanjutkan pendidikan hingga ke SLTA, itu pun hanya ke SLTA. Sungguh menyedikahkan.

Kaum Opportunist

Dari minimnya penduduk yang berpendidikan ini, membuat santapan empuk bagi para politisi yang berobsesi menjadi kepala pemerintahan, baik presiden, gubernur, bupati bahkan kepala desa sekalipun. mereka memanfaatkan keadaan itu untuk mengambil suara mereka dengan iming-iming uang sekian rupiah. Atau dogma yang didoktrinkan oleh sebagian masyarakat yang berpengaruh, seperti tokoh masyarakat, para ustadz dll. Jika kata para tokoh berpengaruh tersebut baik, maka mereka akan memilih apa atau siapa yang diinstruksikan orang tesrebut. Contohnya, saat pra pilkada Banten, saya mendengar ada pertemuan di rumah kepala desa, inti pembicaraannya mengarah pada kampanye terselubung (tafsiran saya dari cerita yang diberikan orangtua saya-penulis). Para tokoh masyarakat yang dikumpulkan tersebut dititipi pesan untuk mensukseskan pencalon yang memeprakarsai pertemuan itu.

Selain karena kurangnya pendidikan yang dienyam, penduduk tersebut juga memiliki sipat kekeluargaan yang mengakar dari nenek moyang mereka. Lalu muncul prinsip “Kumaha Abah Bae” (KAB)2. Jika untuk menentukan pemimpin menggunakan prinsip tersebut, maka beginilah jadinya Negara kita. Terlebih dalam penentuan pemimpin sekarang dengan cara pemilihan langsung, yang negatifnya jika pemilihnya bodoh, maka kemungkinan besar akan terpilih orang bodoh pula.

Budaya Miskin

Minimnya penduduk yang berpendidikan juga mengakibatkan kemiskinan yang membudaya, turun temurun. Yang diakibatkan oleh paradigma yang didoktrinkan para orangtua tentang kewajiban untuk mengenyam pendidikan setinggi mungkin seperti yang saya tuliskan di atas, sehingga timbul fenomena, jika bapaknya hanya menamatkan SD maka anaknya pun tidak akan lebih dari bangku SD. Dan secara tidak langsung membuat kemiskinan semakin langgeng.

Jikapun ada perubahan dari sikap anak keturunannya, hanya berubah dari keinginan berprofesi beda dengan orangtuanya. Misalkan, anak muda sudah enggan lagi untuk menjadi petani, padahal pertanianlah yang membuat mereka bertahan walau dengan cara terseok-seok akibat kebijakan yang tidak berpihak kepada mereka.

Anak muda di perkampungan yang sedikitnya mendapatkan informasi yang sarat tafsir ini mengaplikasikan informasi tersebut dengan merubah sikap hidup lewat mengadukan nasib ke kota bahkan ke luar negeri, padahal mereka tidak mempunyai keterampilan yang dapat dibanggakan. Untuk mewujudkan cita-cita anaknya yang ingin merubah tarap hidup dengan cara melancong ke perkotaan atau ke luar negeri ini, tidak sedikit orangtua yang menjual tanah miliknya. Akibatnya, tanah yang dijadikan lahan pertanian semakin menyempit, bahkan ada yang tidak punya sama sekali.

Lahan tersebut biasanya dijual kepada orang kaya dari kota, yang menanamkan investasi dengan membeli tanah sebanyak mungkin, kemudian lahan tersebut akan digarap lagi oleh penduduk asli, dan hasilnya digondol ke kota, jika berkata kasar, mungkin inilah tuan tanah era baru, yang menjajah dengan cara memeberi upah tidak selayaknya. Hanya Rp 10.000,- per hari. sedangkan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari saja belum cukup.

Pergeseran nilai pada anak muda kampung tersebut juga dipicu oleh kesejahteraan petani. Petani dikampung tersebut tidak pernah beranjak tarap prekonomiannya, karena dalam menggarap sawah atau ladang lebih besar pasak dari pada tiang. Dengan harga pupuk diatas lebih mahal dari harga gabah. Jika musim panen tiba, hampir setengah dari hasil pertanian akan di keluarkan untuk memebayar pupuk –yang biasanya dibeli dengan bayaran pada musim panen– sehingga petani hanya akan merasakan hasil panen sebulan atau dua bulan pasca panen, setelah itu kembali pailit dan beras pun harus beli dari pasar.


SiGMA 080408 15.00 Wib. Rame.


1 Buat apa sekolah, presiden sudah ada

2 Asal bapak senang atau Bagaimana orangtua saja

Rabu, 02 April 2008

Para Kuli Tinta


saat-saat terindah, merupakan sesuatu yang tak mudah terlupakan.
mungkin bagi kamu foto hanya sebuah gambar biasa, atau koleksi untuk menuhin diary saja. namun lebih dari itu bagi saya... karena dari setiap senyum yang terurai menyiratkan semangat dahsyat. percaya atau tidak itu hak kamu. tapi jujur, pasca perhelatan besar di tempat itu, aku jadi terperangah oleh alunan cinta. Upzz... sory, ini masalah peribadi.
Maksud aku, jika kamu gak percaya ikut gabung aja di LPM SiGMA. he..he.. tapi... gak usah, lah, paling kalau kamu masuk cuma nyumpekin barak SiGMA doank.

Monolog

Roman Warung Uyum

Oleh : Galing Aresya*

Warung uyum adalah sebuah tempat yang berada di ujung timur Kecamatan Cijaku, kecamatan yang kira-kira baru sekitar sewindu arkan diri, pasalnya, seitar tahun 1997-an kecamatan ini masih bergabung dengan kecamatan Malingping. Kabupaten Lebak. Banten. Secara leterlek Warung berarti tempat orang jualan kelontongan atau kebutuhan sehari-hari seperti kebutuhan pangan yang berbentuk sembako. Sedangkan Uyum adalah nama pemilikinya.

Warung Uyum tersebut, barada di perapatan yang tak berpenghuni. Hanya Uyum-lah yang Bermukim di perapatan itu. Menjajakan dagangannya, demi mencukupi kebutuhan warga penduduk yang berada disektiarnya dalam hal penyediaan pangan. Keadaan seperti ini terjadi kira-kira satu setengah abad yang silam. Saat para penjajah masih bercokol di negeri Indonesia tercinta ini.

Waktu terus berputar. Seiring dengan berputarnya waktu, penduduk pun semakin bertambah. Disebabkan karena tingkat kelahiran yang tinggi juga perpindahan warga dari asalnya di kebun-kebun kini pindah perkampungan. Kini Warung Uyum, yang dulunya hanya sebuah bangunan yang berdinding kayu dengan atap yang terbuat dari pelepah pohon rumbia, sudah ditemani oleh beberapa bangunan lain yang berjejer di sebelah kanan kirinya. Ada rumah anak Uyum. Tetangga yang baru pindah dari kampung sebelah. Juga bangunan warung yang pemiliknya bertempat tinggal di kota malingping. Dan saat itu warung uyum menjadi pasar rametuk[1].

Warung uyum biasanya ramai (jadi pasar) setiap akhir pekan, yaitu Sabtu dan Minggu. Pada hari libur tersebut, warga kampung yang berada di sekitar daerah itu, berbondong-bondong menuju warung uyum. Karena stiap hari Sabtu dan Minggu warung uyum ramai dengan para penjual sembako dari luar daerah setempat. Juga oleh para tokeh (pembeli) hasil pertanian.

Para penduduk kampung skitar (Cipancur, Cilangkahan, Cipeundeuy dan sekitarnya). Membawa hasil pertanian mereka seperti Gula Aren, buah Kupa, Manggis, Dukuh dengan berbagai jenis, juga Durian dan Rambutan. Itu pun hanya ketika sedang musim buah-buahan. Karana jika bukan musim berbuah mereka pun susah untuk mendapatkan buah-buahan tersebut. Maka mereka hanya akan membawa gula aren saja. Karena komoditi itu yang bisa diandalkan mereka dengan tidak mengenal musim panen dan musim cocok tanam.

Dari sekian banyak pengunjung ada yang membawa hasil pertaniannya, ada juga yang hanya kuli mikul[2], dengan imbalan lumayan besar menurut mereka. Alasannya, dengan imbalan yang diberikan tersebut, mereka bisa memebeli ikan Asin Peda[3] untuk lauk dalam makannya selama satu minggu ke depan.

Yang mengerjakan pekerjaan tersebut, terdiri dari anak usia SD hingga orang tua yang sudah renta, mereka ikut memikul barang-barang dagangan demi mencicipi nikmatnya makan dengan ikan asin peda tersebut. Dengan berjalan kaki hingga dua puluh kilo meter, mereka (para kuli mikul) membawa gula aren dengan berat timbangannya hingga empat puluh kilo gram. Tidak jarang halangan dan rintangan datang menghadang,. Mulai dari serudukan babi hutan, sampai jalanan licin dikala musim hujan tiba. Mereka harus merangkak menyusuri jalan yang terjal, dengan gundukan batu besar bercampur tanah merah licin yang siap melemparkan tubuh siapa saja yang menginjaknya jika tidak siap-siap terlebih dahulu.

Sepanjang perjalanan menuju warung uyum. Mereka (para kuli mikul) diselimuti oleh kabut tebal. Kabut yang ditimbulkan karena tidak ada sinar matahari masuk kedaerah tersebut. Dan, jika bola pusat tata surya belum berada lurus di atas kepala mereka, maka sinarnya tidak akan berani menampakan diri. Bukan karena mataharinya yang malu-malu, namun karena jalan yang terjal penuh belokan tersebut, diapit hutan yang dihiasi kayu-kayu berukuran besar yang menutupi langit dari pandangan manusia yang menginjakan kaki dibawahnya. Pohon-pohon tersebut dihuni oleh kera dan lutung-lutung yang bergelantungan di setiap dahannya. Mereka meyakini bahwa mahluk hutan tersebut, sebagai jelmaan nenek moyang-nya yang telah lebih dulu meninggalkan mereka. Dan jika mereka meninggal, akan menjadi seperti itu. Padahal mereka beragamakan Islam dan bukan kaum Darwinisme. Akan tetapi paham tersebut telah melekat erat dalam prinsip hidup mereka, sehingga tidak boleh siapa pun ada yang mengganggu kehidupan para satwa yang anatomi tubuhnya hampir sama dengan manusia tersebut. Baik orang pribumi atau luar dari kamung tersebut.

Kegiatan prekonomian seperti saya ceritakan di atas, bisa dibilang sebuah kemajuan bagi para penduduk yang tinggal di daerah sekitar warung uyum. Karena, jauh sebelum itu, mereka tidak bisa menjual hasil pertaniannya. Tidak ada tempat. Tidak ada pembeli. Tidak ada pertukaran barang dengan uang. Yang ada hanya saling barter dengan pendduduk lainnya. Itu pun jika masih ada sisa dari jarahan para penajajah yang bersembunyi di goa yang berada di lereng bukit yang berada tidak jauh dari tempat tinggal penduduk daerah tersebut.

Konon katnya. Kampung tersebut dijadikan sebagai tempat persembunyian para penjajah yang pada saat itu Indonesia sudah diproklamirkan oleh bung Karno dan bung Hatta. Mereka (para penjajah) adalah para prajurit perang asal belanda yang waktu Indonesia diambil alih oleh Jepang prajurit tersebut sedang bertugas melebarkan jajahannya ke daerah Banten bagian selatan. Sehingga ketika tentara Jepang sudah menjajah Indonesia, mereka (para penjajah) tidak berani kembali ke kota. Mereka memilih menetap di daerah tersebut dan bermukim di goa-goa yang ada di bukit-bukit.

Yang namanya penjajah walau pun sudah ketakutan dan sedang bersembunyi mereka masih saja melakukan pemerasan terhadap penduduk di bawah bukit yang menjadi tempat persembunyian mereka. Karena hanya itulah mungkin yang bisa mereka lakukan, maka cara penjajah menyambung hidupnya dengan memanfaatkan persenjataan yang masih merka miliki untuk memaksa masyarakat setempat agar mau memberikan hasil pertaniannya. Maka tidak jarang banyak penduduk yang mengalami nasib nahas jika kebetulan para bekas penjajah tersebut menyambangi rumah mereka dengan tidak ada persediaan yang harus mereka berikan.

Selain untuk mencukupi kebutuhan perutnya. Para penjajah yang disebuat penghuni kampung setemapat Gorombolan[4] itu biasa mengambil janda-janda yang masih molek, bahkan tidak jarang anak perawan penduduk pun menjadi santapan napsu bejad para Gorombolan biadab tersebut.

Diceritakan oleh seorang wanita yang umurnya sekarang kira-kira menginjak kepala lima. Sebab menurut ia, waktu jaman Gorombolan tersebut dirinya berumur sekitar sepuluh tahunan karena masih duduk di kelas satu SR (Sekolah Rakyat). Ia mengatakan dirinya pernah menyaksikan ayahnya yang pada saat itu ayahnya berkedudukan sebagai tentara rakyat ditodongi senjata karena tidak mau memberikan hasil pertaniannya. Padahal menurut wanita separuh baya tersebut ayahnya bukan tidak mau memberi mereka beras dan ikan mas namun karena kebetulan beras dan lauk yang mereka punya sudah habis oleh mereka minggu lalu.

Tiap mendatangi rumah penduduk gerombolan tersebut berjumlah lima hingga sepuluh orang. Ada taktik yang diketahui wanita tersebut bahwa untuk menghilangkan jejak mereka (Gorombolan) mereka berjalan dengan satu arah artinya hanya menghadap ke muka gu jika sudah berada di depan pintunya. Maka jika para penduduk atau siapa pun orang yang kebetulan melihat pintu goa tersebut tidak akan pernah mengira kalau goa tersebut ada penghuninya karena dari mulut goa hanya ada satu arah kaki. Cara yang mereka lakukan yaitu dengan berjalan mundur apabila sudah mendekati pintu goa atau memasukinya.

Serapih-rapihnya orang menyimpan bangkai akhirnya kecium juga busuknya. Begitulah pepatahnya karena setelah lama para penduduk dijajah dalam negara yang sudah merdeka oleh sisa penjajah yang ketakutan, dan bersembunyi didekat kampungnya akhirnya usai sudah. Karena para gorombolan tersebut dijarah oleh tentara negara Indonesia, dan diporak porandakan keberadaannya. Sesudah terporak porandanya tempat mereka (Para Gorombolan) itu. Sisa dari penghancuran tersebut ada yang meninggal dunia, dijadikan tawanan pemerintah Indonesia, juga ada yang kabur ke hutan, sehingga setelah semuanya reda gorombolan tersebut kembali lagi kekampung dan bertaubat, juga minta ijin untuk menetap di kampung tersebut.

SiGMA 141207. 9:42:01



[1] Pasar yang ramai jika pagi hari saja, mulai subuh hingga sekitar pukul sembilan, dan itu pun tidak setiap hari hanya pada hari-hari tertentu saja;

[2] Kerja membawakan barang orang lain (kuli pelat), yang dibayar setelah barang bawaannya sampai tempat tujuan;

[3] Ikan yang dikeringkan dengan hanya dibumbui garam saja, shingga rasanya asin hingga ketulangnya dan biasanya asin peda tersebut lebih mahal dibanding harga ikan asin biasa;

[4] Gerombolan, sama dengan kawanan perampok yang biasa menjarah perkampungan penduduk (penulis).

Inilah si Singa podium Kita, Galing Tea. Hore...

Bermunculannya grup-grup musik baru dalam blantika musik Indonesia, tentu membawa nuansa yang lebih berwarna dalam dunianya. Lebih berwarna lagi karena bukan saja grup-grup musik yang biasanya digawangi oleh kaum laki-laki muda atau biasa disebut grup band, melainkan juga banyak bermunculan penyanyi-penyanyi solo muda yang bertalenta. Mereka muncul kepermukaan bagaikan bunga yang sedang mekar. Elok rupawan.

Warna yang membingkai blantika musik nusantara tersebut, menjadi lebih sempurna dengan banyak diciptakannya lagu-lagu yang bernuansa religi. Mereka tidak melulu menggaungkan gairah mudanya yang rentan dengan cerita picisan, kisah cinta kaum muda yang sarat rengekan, atau nyanyian cengeng seorang lelaki yang haus perempuan. Melainkan, mereka (para musisi muda) juga merilis lirik-lirik yang menyejukan jiwa. Membasuh hati yang gersang. Menyelimuti raga yang kedinginan. Menyitir prilaku yang sudah kelewatan. Sungguh membanggakan. Karena tidak menjadi sesuatu yang istimewa jika lagu tersebut diciptakan oleh grup-grup Nasyid, karena memang begitulah nyanyian Nasyid.

Lirik-lirik religi tersebut mereka persembahkan dalam kemasan yang menyejukan telinga (bagi para pecinta musik slow rock, karena grup band kebanyakan aliran musiknya slow rock). Mereka mendesain albumnya dengan seindah mungkin, sehingga keindahan syair yang dialunkan menyiratkan bulir-bulir permata penghias jiwa. Kemudian secara perlahan merasuk kedalam hati para pendengarnya.

Grup band tersebut kalau saya sebutkan adalah, Ungu dan Gigi, serta penyanyi solonya yaitu Opik. Bahkan H. Abdullah Gymnastiar atau biasa disebut Aa Gym, juga Ust. Jefri Al-Bukhori. Mereka yang kita kenal sebagai da’i juga bernyanyi untuk berdakwah.

Mereka (grup band) tidak semata mencipta lagu untuk pasar yang menggiurkan. Akan tetapi dalam setiap bait yang digoreskan mengharap jadi ladang amal shalih mereka. Mengharap aplikasi dari sekedar alunan yang lebih sejuk jika sedang dalam keadaan sunyi. Hal ini pernah saya simak dalam sebuah Infotainmen pada salah satu televisi swasta, yang pada saat itu tengah memberitakan kiprah salah satu grup band, tepatnya bernama Ungu, dalam blantika musik Indonesia.

Saat itu, grup band yang digawangi oleh Pasha sebagai vokalisnya memberikan statemen bahwa album religi yang mereka keluarkan berharap untuk dapat membawa penggemarnya menyadari tentang Tuhannya (dalam lirik yang berjudul Allah Maha Besar), berharap agar menyadari bahwa tugas manusia sebagai hamba Allah adalah untuk bersujud. Berserah diri. Tanpa ada kuasa ketika Tuhan tak mengijinkannya, ungkap vokalis band Ungu tersebut. Begitu juga dengan Opik, yang pada mulanya ia sebagai musisi yang beraliran musik rock, kini ia beralih ke musik yang bernuansa keagamaan.

Akan tetapi, ketika menyimak pergolakan tersebut, ketika mereka berkata bernyanyi untuk berdakwah, apakah sah? Anjuran dakwah itu sendiri seperti apa? Lantas bagaimana hukum nyanyian tersebut menurut Islam, karena mereka berkutat pada dimensi keislaman?.


Allah Itu Indah, Mencintai Keindahan

Dalam sebuah nyanyian tersirat keindahan yang sangat sulit ditafsirkan dengan kata-kata, begitulah menurut Cak Nun dalam bukunya Slilit Sang Kiyai. Ia mengatakan bahwa keindahan yang kita rasakan adalah pancaran dari keindahan Allah.

Dan, ketika saya tuliskan Allah itu indah, dan mencintai keindahan, ini adalah sebuah prinsip yang didoktrinkan Rasulullah SAW. Saya bertumpu pada persepsi yang dilontarkan Yusuf Qardhawi, Islam Agma Peradaban. Ia mengungkapkan bahwa Rasul pernah berwasiat kepada para sahabatnya dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud, yang artinya :

Tidak masuk surga orang yang di dalam hatinya terbetik sifat sombong seberat atom. Ada seorang berkata, “seseorang senang berpakaian bagus.” Nabi bersabda, “sesungguhnya Allah Mahaindah, menyukai keindahan. Sedangkan sombong adalah sikap menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.” (HR. Muslim).

Bahkan ada sebagian orang yang mempunyai persepsi bahwa menikmati keindahan itu kontra terhadap keimanan atau menyebabkan terperosok ke dalam kesombongan yang dibenci Allah dan seluruh manusia.

Dalam hadits di atas jelas bahwa, sombong adalah sikap meremehkan orang lain dan tentunya menjadi sesuatu yang tidak indah dirasakan, dan di sini dijelaskan bahwa orang yang sombong tidak akan masuk surga. Kemudian dalam baris selanjutnya, dalam penggalan sabda Nabi, tertulis redaksi “sesungguhnya Allah Mahaindah, menyukai keindahan.”

Berarti sudah jelas, karena menurut Yusuf Qardhawi, bahwa nyanyian itu adalah kata-kata, jika kata-kata itu indah maka keindahanlah yang ada. Begitu juga sebaliknya. Lantas bagaimana kalau lagu tersebut diiringi dengan alunan musik? Untuk menjawab pertanyaan ini, berarti kita mencantumkan hukum musik menurut islam.


Hukum Musik Menurut Islam

Banyak kalangan atau golongan yang mengatakan bahwa jika mendengarkan musik adalah mendengarkan kata-kata setan. Namun, ada juga kalangan yang mengatakan kalau mendengarkan musik itu boleh-boleh saja asal tidak menyita waktu. Tentunya hal ini menjadi sebuah kebimbangan bagi orang awam seperti saya pribadi.

Namun kebingungan tersebut tidak berlanjut hingga kini, karena lebih kurang setengah tahun yang lalu saya menemukan sebuah buku yang dikarang oleh salah seorang ulama Mesir, yaitu Yusuf Qardhawi. Dengan judul bukunya Islam Agama Peradaban yang buku ini adalah terjemahan dari judul aslinya Malamih Al-Mujtama’ Al-Muslim. Penerjemah buku tersebut Abdus Salam Masykur, Lc.

Buku yang diterbitkan di Intermedia tersebut, memuat tulisan tentang hukum musik menurut islam. Dan hukum musik menurut islam dalam buku tersebut lebih kurangnya adalah terbagi dua yaitu halal dan haram.

Nyanyian, baik dibarengi dengan alunan musik atau tidak pada dasarnya halal, apabila nyanyian tersebut baik. Mereka sepakat atas haramnya nyanyian yang berisi kata-kata kotor dan jorok. Karena pada dasarnya, nyanyian itu tidak lain dan tidak bukan adalah perkataan. Oleh karenanya, ia akan baik bila disusun dengan kata-kata baik dan akan jelek bila dirangkai dari kata-kata yang jelek. Jadi perkataan yang kandungan isinya haram, maka haram pula hukumnya. Bagaimana pendapat anda, jika ternyata perkataan yang haram itu dipadu dengan irama merdu yang mengesankan?

Mereka sepakat atas bolehnya nyanyian yang tidak berisikan kata-kata kotor dan jorok, yang tidak menimbulkan rangsangan birahi dan tidak menggunakan alat musik, yang dinyanyikan pada momen-momen kegembiraan seperti disyariatkan Allah, seperti resepsi pernikahan, menyambut orang yang datang dari rantau, hari raya dan semisalnya. Semua itu dengan syarat bahwa penyanyi bukan wanita yang ditonton laki-laki.

Masih dalam bukunya Yusuf Qardhawi, ia juga menuliskan bahwa ada beberapa perbedaan pendapat diluar kategori di atas. Di antaranya ada yang membolehkan semua nyanyian, baik dengan musik maupun tanpanya, bahkan ada yang menganggapnya sebagai amal sunnah. Sebagian yang lian melarang nyanyian jika disertai musik. Di antara mereka ada pula yang melarang mentah-mentah nyanyian, baik menggunakan musik maupun tidak, dan menganggapnya sebagai perbuatan haram, bahkan bisa naik peringkatnya menjadi dosa besar.

Begitulah hukum musik menurut islam yang saya ambil dari buku tersebut di atas. Dan apabila masih mengambang tentunya lebih baik jika anda mencari referensi yang lebih majemuk. Karena ini hanya bagian dari kedhoifan saya sebagai manusia.



*Penulis adalah Mahasiswa IAIN “SMH” Banten Jurusan PAI.

SiGMA, 19 Februari 2008

Who Are We*


Oleh Endang Sahroni


Mungkin anda tidak perlu mengerutkan dahi untuk dapat mengartikan sepenggal kalimat di atas -yang saya cetak tebal- yang dijadikan sebagai judul pada tulisan ini. Karena tiga kata tersebut bukan kosa kata yang saya ambil dari kamus bahasa inggris oxpord. Bahkan, kata tersebut saya cantumkan, hanya berdasar pada setetes pengetahuan bahasa inggris yang saya kuasai. Tidak lebih. Juga tidak berlebihan.

Walau pun tulisan ini bukan saya hasilkan dari sebuah riset besar dan berkepanjangan. Akan tetapi, mungkin ada benarnya juga. Karena, entah sedang sadar atau tidak, kita memang benar-benar tidak mengetahui siapa diri kita, dari mana, untuk apa, mau kemana, serta harus bagaimana dalam hidup ini. Melangkah dalam hampa, atau berjalan dalam lorong yang gelap tanpa remang cahaya menyapa. Itulah realitanya.

Rentetan pertanyaan yang tercatat dalam paragraf di atas, yang sampai saat ini belum bisa terjawab -oleh penulis, adalah sebuah pertanyaan yang sudah sedari dulu berkeliaran di atas lingkaran tempurung kepala kita. Namun, kita sendiri sulit untuk mendeskripsikannya. Karena sesungguhnya, apa pun, siapa pun, dan di mana pun kita berada, maka jawaban tentang diri kita, adalah hanya akan terjawab dengan sesuatu yang telah kita lakukan, bukan dengan apa yang telah kita wacanakan.

Jadi pada dasarnya, kita akan mengetahui siapa diri kita, ketika kita sudah bertindak sesuatu. Apakah itu positif, atau sebaliknya. Jika kita selalu berbuat yang negatif, maka kita akan dinobatkan sebagai penjahat, bajingan, garong, koruptor (mungkin), dan lain sebagainya. Dan, begitu pula jika kita selalu beramal baik. Karean di dunia tidak ada yang tidak mungkin, maka itu semua dikembalikan pada pribadi kita masing-masing.


Perubahan

Perubahan, memang sudah bukan merupakan barang baru dalam kehidupan kita. Baik dari wacana, hingga ke realita. Kita sering bersentuhan dengan yang namanya perubahan. Apalagi hal tersebut disandangkan pada almamater kita sebagai mahasiswa, yakni mahasiswa sebagai Agent of change (agen perubah). Begitu pula pada tataran realita, bukti kongkritnya kita sering melakukan perubahan atau mengalaminya pada kehidupan kita sendiri. Mulai dari cara berpakaian ketika kita awal remaja, hingga kepada paradigma, semenjak kita dicatat sebagai bagian dari civitas akademika.

Mungkin sudah terlalu naif, jika sampai saat ini, kita masih menggaung-gaungkan kata tersebut. Namun. Maybe Yes, Maybe No. Bisa ya, bisa juga tidak. Karena permasalahanya adalah, kita sendiri tidak pernah tahu kapan kita mualai, dan sudah berubah. Atau menjadi seorang agen perubah. Bukan untuk orang lain, melainkan untuk kita sendiri. Bukan pada tataran teori, tapi pada dimensi aplikasi teori.

Saya pikir kita sudah banyak mengenyam teori perubahan, baik untuk diri kita maupun orang lain. Bukankah dalam al-Qur’an sendiri, sebagai pedoman bagi umat islam, telah disebutkan bahwa “Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum apabila kaum tersebut tidak mau merubahnya” kurang lebih seperti itu artian ayat suci tersebut. Akan tetapi ketika kita berkata perubahan, kita sering berapologi yang tamengnya pada lingkungan sekitar kita. Bukankah lingkungan kita adalah kehidupan orang lain, bukan diri kita?. Beratrti kita bisa merubah semua ekosistem hidup kita tanpa (Bukan oleh) orang lain. Dan apakah salah, jika kita menafsirkan bahwa kaum yang disebutkan dalam ayat suci bisa dikerucutkan sebagai ‘pribadi’? Semoga!.

....Bayi tidak selamanya minum ASI, dia akan makan bubur, nasi, dan makanan keras lainnya. Demikian pula manusia, setiap individu yang mandiri, ia tidak akan puas dengan tantangan pekerjaan yang biasa-biasa saja. Semakin hari semakin tumbuh, baik dari segi kompetensi maupun unjuk kerjanya. The Inspiring.


Kesempatan

(Parlindungan Marpaung: Half Full Half Empty)

Terkadang kita melihat bahwa semua peluang berada (berasal) dari luar. Padahal sesungguhnya kesempatan yang hakiki berada dalam individu -diri kita sendiri. Artinya, respon kita terhadap peristiwa yang terjadi yang akan menggiring pemaknaan kita, apakah itu kesempatan atau bukan.

Proses pemaknaan dan mengambil sesuatu itu sebagai suatu kesempatan atau peluang, tidak semata-mata ditentukan oleh jenjang pendidikan atau jabatan, melainkan melalui cara kita memandang (Parlindungan Marpaung, Half Full Half Empty). Oleh karena itu, dalam kenyataannya ada dua jenis manusia yang dapat memaknai fenomena yang ada sebagai suatu kesemapatan, yakni opportunist atau adventurer.

Sebagai contoh, bukankah banyak orang yang mengambil keuntungan di saat orang sedang sekarat dalam kecelakaan lalu lintas, kemudian mereka menjarah barang-milik korban tersebut. Atau seseorang bergabung dengan sebuah komunitas untuk mencari kesempatan bagaimana supaya ambisi, keinginan, serta popularitas dirinya terangkat, walau pun harus orang lain yang terkapar menjadi korban bejatnya. Inilah yang dikenal dengan kaum Opportunist. Golongan yang mengambil kesempatan untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya pada sebuah komunitas, padahal orang lain sampai terbujur kaku untuk menyelamatkan dari kehancurannya.

Sebaliknya, mereka yang mampu memanfaatkan kejadian yang ada sebagai sarana untuk membangun dirinya dan orang lain maupun komunitas, adalah mereka yang dikenal sebagai kaum adventurer. Mereka bahkan mampu meliahat apa yang tidak mungkin di mata orang lain menjadi mungkin. Mungkin kita pernah kenal dengan hukum gravitasi? Issac Newton sebagai penemunya, karena dari “Ribuan orang yang melihat apel jatuh hanya dia yang bertanya: mengapa?”(Pepatah dalam buku Kewirausahaan). Maka dia lah yang sekarang bertengger sebagai bapak penemu hukum gravitasi. Dan sekarang, tinggal bagaimana cara kita menghiasi karunia Tuhan yang amat besar ini -hidup di dunia sebagai manusia. Bukan Ayam. (Karena hidup adalah pilahn, maka pilihlah jawaban yang tepat dan benar, jika anda ingin jadi manusia yang berguna, maka anda akan mengatakan “Aku adalah manusia, bukan Ayam”). Wallahu’alam bisshowwab.


*Terinspirasi dari judul film layar lebar (Who Am I) yang dibintangi : Jackie Chan.
SiGMA 160208 : 23:45 wib.

Puisi Cintaku Kering Metafor

Saat Aku menahan Rindu

Cinta,

Saat indah bersamamu

Saat itu teringat akan kehidupan jauh dalam mimpiku

Saat waktu tak pernah mengerti kehadiran rasa itu


Cinta,

Jika itu jantung nyawamu

Takkan kususun nanar rinduku

Kan kurekat rongga menganga

Kubasuh dengan nada-nada surga


Cinta,

Aku akan bersiap dahulu,

Mencari tempat untuk berteduh

Mampukah kau Beri aku setetes embun dari surga

Tuk Bekali aku di pengembaraan itu


Cinta,

Sumpahku demi kamu yang tulus

Takkan kunodai gejolak saat menahan rindu

Kutunggu kamu di balik tempat itu.

Cinta, aku rindu.




Begitu Berarti

Tentangku aku berucap

Berjuta kata di dalam hati

melangkah tinggalkanku jauh pergi

Takhiraukan aku yang sedang rindu

Dengarlah cahaya pagi

Rintihku tentang dirinya

Hanya kamu setiaku

Takpernah beri kecewa untukku

Aku berharap kamu taktuli

Aku rindu belai desau hembusan nafasmu

Yang tulus untukku, dia, mereka dan semua

Takpernah meminta untuk ganti jasadmu

Bagiku semua sangat berarti

Kuingin kau di sini

Lelah Takterhenti

Dalam diam kumeradang, asa yang selama ini menjadi mesiu dalam setiap gerak langkahku.
Meleleh terbakar arus hidup yang gersang.

Aku tak mampu untuk mememuluknya,
tak mampu raih semangat hidupnya.

Aku kalah.

Aku menyerah.

Aku lelah takterhenti.


Tak mamapu menaklukkan hidupku sendiri.

Tapi, biarlah. Akan kubiarkan ini.

Karena aku masih memiliki segumpal asa
yang akan membawaku melamun jauh ke angkasa.

Dan bila kisah perjalanan ini hanya untuk jadi kenangan terindah,
aku rela.
Rela menyumbangkan kebahagiaanku untuk kebahagiaannya.

Dalam sisi ruang hidupku yang meradang aku melihat kilatan cahaya suci dalam lekuk napsuku.


Walau takpernah terucap janji untuk babak itu.

Namun, akhir yang bahagia yang kucari.

Sampai saat ini, aku hanya memiliki sebongkah harapan yang bawa aku mengarungi angkasa raya.

Mungkin tak mengapa jika sejatinya itu ada dalam diriku.

Sebatas itu saja, walau pun takterucap namun aku yakin bahwa cinta itu ada. walau saat ini kuasaku takmampu tafsirkan makna cinta dalam nyawa hidupku itu.

Dan, jika aku mampu memahami cinta itu, mungkin takkan sebanyak ini aku menulisnya.

Semogaku

Rembulan di langit hatiku tertidur lelap

Aku risih dengan secercah cahaya darinya

Semogaku, redupnya cahaya itu

bukan sebab dan bagiku

Tapi, jikapun ya,

Mungkin tak mengapa.

Karena tak selamanya awan bergumpal kelabu,

atau kabut selalu mendung mengisyaratkan hujan

Semogaku bukan mencari cahaya penghias langit itu

Tapi membentuknya

Karena selama aku percaya

dengan apa yang kulakukan

Aku belum kalah



Risih

Hati meradang

Kaki melingkar

Wajah menekur tanpa kata

Tanpa nafas jiwa yang sejukkan raga

Karenanya aku risih tanpa makna

Jumat, 28 Maret 2008

Saat Tak Ada Jawaban Darinya

malam ini rembulan di langit hatiku tertidur lelap
aku risih dengan secercah cahaya redup yang terpancar darinya.
semogaku redupnya cahaya itu bukan sebab dan bagiku.
jikapun ya, mungkin tak mengapa.
karena semoga aku bukan mencari cahaya yang terpancar darinya,
tapi membentuk.
karena aku selalu yakin dengan apa yang kulakukan.
dan selama itu pula aku belum kalah.

Selasa, 04 Maret 2008

selamat datang di blogku

jujur saya membuat blog ini karena gengsi. ya... gengsi karena sebentar lagi saya bakal jadi kakak angkatan di organisasi yang saya geluti. karena sudah menjadi kultur pada organisasi saya, bahwa kakak angkatan itu semuanya bisa, termasuk melanglang di dunia maya. karena lagi... hal ini pun pernah saya rasakan saat saya baru masuk organisasi itu.
dan, kayaknya saya memang harus mengakui hal itu, karena saya punya alamat blog juga berkat teman kaka angkatan saya di organisasi itu. mereka hebat-hebat, baik dari segi kecakapan dalam memenej organisasi maupun dalam menata langkah pergaulannya, karena tidak sedikit orang ternama yang saya kenal berkat jasa mereka memperkenalkan bawahannya (adik angkatannya).
terus selain cakap dibidang yang saya katakan tadi, mereka juga cakep-cakep. percaya ga..? terserah kamulah aku sih ngikutin (lagu jamrud).
NGIKUTIN MAKSUD SAYA...
kalau kamu pengen tahu organisasi yang saya ungkap sedikit profil orang-orang di dalamnya, kunjungi aja www.lpm-sigma.blogspot.com ok. kamu bisa baca beberapa karya orang-orang di dalamnya. selamat mencoba, semoga tidak nyasar. he..he... saya tunggu tunggu ya..