Sabtu, 15 Januari 2011

Keroks

Ada Nuansa Politis Dibalik Mutasi

SETU- Mutasi pejabat yang dilakukan Penjabat Walikota Tangsel Eutik Suarta diakhir masa jabatannya, Senin (17/1) menimbulkan pertanyaan besar. Hal ini dikarenakan muatasi jabatan tersebut tidak menggunakan dasar hukum yang jelas. Sekjen Jaringan Pemilih Tangerang Selatan (JPTS) Ali Irvan mencurigai, mutasi terhadap 674 pejabat itu, ada deal-deal politik yang berhubungan dengan pencoblosan ulang Pemilukada.
"Saya menilai mutasi ini, yang pertama yakni aji mumpung, karena mutasi berselang satu hari sebelum Eutik lengser, kedua apakah ini ada kaitannya dengan negosiasi poltik Tangsel?" tegasnya. Dikatakan Ali, secara pibadi dirinya merasa khawatir dengan adanya mutasi tersebut.
Kekhawatiran itu bukan didasarkan pada perasaan rasional atau tidak rasional. Melainkan mutasi tersebt sangat sarat dengan nuansa panas politik Tangsel. "Saya juga menjadi khawatir, jika mutasi ini juga dijadikan sebagai imbalan politik Eutik yang notabene didrop dari atasannya," ungkapnya.
Ali menduga mutasi kemarin, dijadikan sebagai politisasi birokrasi dalam Pemilukada Tangsel. Sehingga akan mencederai perhelatan Pemilukada Tangsel. Dan keadaan ini tak bisa dibiarkan. Melainkan mesti diawasi dengan ketat. Bagi warga yang merasa atau menemui kejanggalan dalam pemerintahan Tangsel, diharapkan tak lagi menjadi takut untuk menyampaikannya kepada yang berwajib.
"Karena adanya muatsi ini berpotensi untuk mobilisasi birokrasi untuk kedua kalinya," tukasnya. Pada kesempatan itu, Ali juga mengatakan, pihaknya bersama lapisan warga akan melakukan pengawasan secara serius, akan kemungkinan yang terjadi dari prosesi mutasi tersebut. Jangan sampai, ini mencederai perhelatan demokrasi di Tangsel.
"Kami akan mengawasai secara serius kemungkinan permainan politik, agar tidak terjadi pengulangan kesalahan fatal dalam pemungutan suara ulang nanti," pungkasnya.
Salah satu anggota DPRD menilai, mutasi ini tidak menggunakan aturan jelas. Dalam hal ini, tidak menggunakan Peraturan Daerah (Perda) yang telah disahkan DPRD. Yakni Perda tentang Struktur Organisai dan Tata Kerja (SOTK). Padahal, aturan tersebut merupakan payung hukum yang mestinya menjadi acuan dalam menjalankan roda pemerintahan.
"Buat apa Tangsel memiliki Perda SOTK kalau pada praktiknya peraturan itu tidak digunakan," kata anggota Komisi A DPRD Kota Tangsel, Abdul Rahim saat ditemui Tangerang Ekspres di ruang kerjanya, Selasa (18/1).
Yang lebih menyesakkan, kata Abdul Rahim yakni dalam pembuatan Perda SOTK tersebut membutuhkan energi banyak. Di antaranya, mesti membentuk panitia khusus (Pansus). Namun pada kenyataanya eksekutif tidak melihat kerja keras Dewan. Padahal inisiatif pembuatan Perda SOTK itu sendiri datangnya dari eksekutif.
"Kita sih tidak keberatan dengan adanya mutasi tersebut, tapi kenapa dalam pelaksanaanya tidak menggunakan peraturan yang ada," tegasnya. (esa)

Tidak ada komentar: